TEMPO.CO , Jakarta - Inspektur Jenderal Kementerian Agama, Mochammad Jasin, mengatakan telah menentukan batas akhir revisi Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2014 tentang Jenis Tarif Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) di lingkungan Kementerian Agama, khususnya terkait biaya pencatatan nikah. "Ditentukan batas akhir revisi PP -nya pada akhir Januari 2014," kata Jasin di Jakarta, 31 Desember 2013.
Penentuan batas akhir revisi tersebut, menurut Yasin berdasarkan rapat bersama Komisi Pemberantasan Korupsi pada 18 Desember 2013 lalu. "(Revisi PP) akan dikawal KPK," kata Jasin.
Berikut biaya pencatatan nikah yang diusulkan dalam revisi PP tersebut:
Berikut biaya pencatatan nikah yang diusulkan dalam revisi PP tersebut:
1. Pernikahan di Kantor Urusan Agama bagi orang miskin tidak dipungut biaya. Dengan persyaratan menunjukkan surat miskin.
2. Pernikahan di KAU selain orang miskin dipungut biaya sebesar Rp 50 ribu.
3. Pernikahan di luar KUA dan jam kerja dipungut biaya sebesar Rp 400 ribu.
4. Pernikahan di gedung dipungut biaya sebesar Rp 1 juta, khususnya di kota-kota besar.
Dana yang dihimpun dari pembiayaan nikah tersebut akan dimasukkan ke dalam PNBP, sama seperti biaya nikah sebelumnya sebesar Rp 30 ribu. Namun, sekitar 80 persen dari dana yang besar ini nantinya diharapkan kembali kepada Kementerian Agama dalam bentuk biaya operasional untuk penghulu atau pencatat nikah.
Menurut Jasin, biaya operasional yang diberikan kepada KUA selama ini murni dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, bukan dari PNBP. "Dana yang dulu itu, sekitar Rp 60 miliar, ternyata tidak dikembalikan ke Kementerian Agama," kata Jasin.
Jasin mengatakan nantinya juga akan ada tunjangan transportasi bagi pencatat nikah sebesar Rp 110 ribu. Serta jasa profesi yang diberikan bervariasi. "Berdasarkan jumlah pernikahan di suatu daerah," kata Jasin.
Berikut pengelompokkan jumlah pernikahan:
1. Wilayah A yang jumlah pernikahannya lebih dari 100 per bulan.
2. Wilayah B yang jumlah pernikahannya kurang dari 100 perbulan.
3. Wilayah C yang jumlah pernikahannya kurang dari 50 per bulan.
4. Wilayah D yang jumlah pernikahannya kurang dari 50 per bulan dan gaya jangkaunya sulit, seperti harus menyebrang atau melewati bukit terlebih dahulu.
Jasin mengharapkan revisi biaya pernikahan tersebut segera menjadi Peraturan Menteri Agama setelah PP disahkan Presiden pada akhir Januari. "Sehingga nanti pernikahan di KUA tidak gratis," kata Jasin.
Mengenai Kasus pencatat nikah yang saat ini tengah ditangani Kejaksaan, Inspektorat Jenderal Kementerian Agama tidak akan mencampuri dan mempersilakan segera diselesaikan. Namun, Jasin meminta Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus agar tidak memperluas penyidikan kasus gratifikasi biaya pencatat nikah ini ke daerah lain sembari menunggu pembenahan sistem dalam Kementerian Agama. "Kami himbau Jampidsus agar tidak memperluas ke daerah lain, seperti Banyuwangi, Pasuruan, dan Blitar. Kan indikasinya luas ke mana-mana," kata Jasin.
Sebelumnya, seorang penghulu dari Kediri, Romli, terlibat kasus pidana karena diduga melakukan pungutan liar atau menerima gratifikasi. Hal tersebut memicu reaksi keras penghulu-penghulu di Jawa Timur yang tidak mau menikahkan di luar KUA karena enggan dituduh menerima gratifikasi.
Alhamdulillah :)
ReplyDeletesalam A6!
Salam a6 yamamayukero!
Deletehaloo mba dita,,salam kenal..
ReplyDeletewah seru ya dan inspiratif bgt blognya,,hehe
sukses ya buat wedding mu..
kalo aku masih 8 months to go..hehe
mampir ya ke vincentimo.blogspot.com
kamu jadinya pake vendor foto apa mba?
haloo vincentia, salam kenaal..
Deletewaah, terimakasih looh.. alhamdulillah kalo menginspirasi :)
aamiin, sukses juga untuk persiapanmu yaa..
aku kemungkinan besar dokumentasinya pake rekanan amira aja niih, mungkin upgrade di videonya aja jadi cinematic. udah liat waktu itu hasilnya lumayan kok. hihi..
btw, aku coba ke blog mu tapi not found dear..
haiiii mba dita.,
ReplyDeletekm udah daftar KUA yahh??? gmn progressnya?? bneran yah penghulu gak boleh nikahin di luar KUA???
huhhuhuhuhuuu.,, Panic nihh,.,, :'(