.

.
Showing posts with label Wedding - KUA. Show all posts
Showing posts with label Wedding - KUA. Show all posts

Wednesday, January 15, 2014

Proses pendaftaran nikah ke KUA


Untuk gedung Kementerian Pekerjaan Umum (PU) itu masuknya ke KUA Kebayoran Baru, lokasinya di deket mayestik / belakang SMP 19. Siapkan fotokopi:
- KTP diri sendiri (4) & pasangan (4) 
- Kartu Keluarga diri sendiri (4) & pasangan (2) 
- pas foto ukuran 2x3 (4 lembar)
- Pas foto ukuran 4x6 (2 lembar) 
- Materai (2 lembar)
- Akta lahir diri sendiri (2) & pasangan (2) -- belum tentu diperlukan, tapi siapin aja
- Ijazah terakhir diri sendiri (2) & pasangan (2) -- belum tentu diperlukan, tapi siapin aja 

Nah ini step - step nya sampai gw dan cami sama - sama daftar ke KUA Kebayoran Baru:

STEP 1: RT/RW
Minta surat pengantar dari RT/RW yang sudah ditandatangani keduanya untuk membuat surat pernyataan belum menikah, N1, N2, N4 di kelurahan.

dokumen yang diperlukan: 
- Fotokopi KTP diri sendiri (1)
- Fotokopi KK diri sendiri (1).

RT/RW rumah gw sih ngga  minta ini semua. tapi untuk jaga - jaga, lebih baik siapin aja yaa fotokopi KTP sama KK nya ya. nyokap gw minta ke pak RT pagi, siangnya dianter ke rumah. alhamdulillah ngga susah. biayanya seikhlasnya aja untuk uang kas. tapi lagi, pak RT nya ngga minta.

STEP 2: KELURAHAN
Kasih surat pengantar dari RT/RW ke kelurahan, lalu nanti pihak kelurahan akan kasih 4 jenis dokumen, yaitu: surat keterangan belum menikah, N1 (surat keterangan untuk nikah), N2 (surat keterangan asal usul), N4 (surat keterangan tentang orang tua).

Dokumen yang diperlukan:
- Fotokopi KTP diri sendiri (1)
- Fotokopi KK diri sendiri (1)
- Fotokopi akta lahir diri sendiri (1) -- belum tentu diperlukan, tapi siapin aja
- Fotokopi ijazah diri sendiri (1) -- belum tentu diperlukan, tapi siapin aja

Di kelurahan gw butuh waktu 2 hari karena pas nyokap gw kesana pak lurahnya belum dateng jadi belum bisa tanda tangan. jadi hari itu dateng, nyokap gw tinggal besoknya baru balik lagi untuk ngambil. biayanya sama kayak RT/RW, untuk uang kas. pihak kelurahan bilang seikhlasnya, lalu nyokap gw kasih 50rb.

STEP 3: KUA DOMISILI TEMPAT TINGGAL
Kasih seluruh dokumen yang kita dapet dari RT/RW dan kelurahan ke KUA domisili kecamatan rumah kita, untuk kemudian dibuatkan N3 (surat persetujuan mempelai) & surat rekomendasi nikah yang nantinya kita bawa ke KUA domisili gedung dimana kita akan melaksanakan akad nikah.

Dokumen yang diperlukan:
- Fotokopi KTP diri sendiri (1) & pasangan (1)
- Fotokopi KK diri sendiri (1) & pasangan (1)
- Fotokopi akta lahir diri sendiri (1) & pasangan (1) -- belum tentu diperlukan, tapi siapin aja
- Fotokopi Ijazah terakhir diri sendiri (1) & pasangan (1) -- belum tentu diperlukan, tapi siapin aja

Perlu diingat disini yaa, kalau kita nikahnya di gedung, berarti CPP & CPW ngurus step - step tersebut sampai di KUA domisili rumah masing - masing sampai akhirnya nanti mengurus numpang nikah berdua di KUA domisili gedung tempat menikah. tapi kalo CPP nikah di domisili CPW, berarti CPP yang numpang nikah di KUA domisili CPW, begitu juga sebaliknya. Untuk biaya KUA domisili kecamatan gw ini, mereka juga minta uang kas tapi menyebutkan nominal yaitu 100rb.


STEP 4: KUA DOMISILI TEMPAT MENIKAH : http://kuakebayoranbaru.blogspot.com/

dokumen yang kita bawa ke KUA tempat kita numpang nikah ini yaitu seluruh dokumen yang kita punya mulai dari step kelurahan sampai step KUA domisili kecamatan tempat tinggal. disini kita submit seluruh dokumen tersebut yang dimiliki oleh CPW maupun CPP.

Dokumen yang diperlukan:
- Seluruh dokumen yang CPW & CPP dapat dari Kelurahan hingga KUA domisili kecamatan tempat tinggal masing - masing
- Fotokopi KTP CPW (1) & CPP (1)
- Fotokopi KK CPW (1) & CPP (1)
- Fotokopi KTP wali CPW (1)
- Fotokopi akta lahir CPW (1) & CPP (1) -- belum tentu diperlukan, tapi siapin aja
- Fotokopi Ijazah CPW (1) & CPP (1) -- belum tentu diperlukan, tapi siapin aja
- Pasfoto CPW & CPP (masing - masing: 2x3 sebanyak 4 lembar dan 4x6 sebanyak 2 lembar)

Setelah mengumpulkan itu semua dan membayar biaya administrasi sebesar 30rb di bagian penerimaan, kemudian gw & si akang disuruh masuk ke dalam ruangan pak penghulu. tapi.. kemudian kita ngobrol - ngobrol & pak penghulunya bilang.. mengenai biaya, beliau masih belum bisa menyebutkan nominalnya, karena saat ini sedang ada proses di kementerian agama perihal gratifikasi para penghulu yang sedang ramai dibicarakan di berbagai media. beliau menginfokan, kalau keputusannya sudah ada dari Kemenag, maka biaya menikah di luar KUA dan sabtu minggu yaitu sebesar 500rb untuk di rumah dan 1 juta untuk di gedung. TAPI, jika sampai tanggal gw nanti keputusan dari Kemenag belum ada, terpaksa dia memajukan tanggal pernikahan gw dan si akang ke weekdays dan melaksanakan akad nikah di KUA. huwaaaaaa! panik ngga sih.. secara tanggal udah ditetapkan dari keluarga besar, dan berarti gw harus delay proses naik cetak undangan sampe ada keputusan dari Kemenag. hiikkss.. terus terang aja, gw agak down gara - gara ini. tapi mari kita berdoa bersama, semogaaa keputusan dari Kemenag mengenai biaya untuk para penghulu ini segera ditetapkan. sehingga ngga perlu ngerubah rencana yang udah kita siapin dari awal. Aamiin..

Oia, more information.. katanya kalaupun nanti sudah ada keputusan biaya pasti untuk para penghulu ini, nantinya ngga akan ada lagi sistem kasih amplop ke penghulu setelah akad nikah. yang ada kita transfer ke rekening negara, yang nantinya akan disalurkan ke para penghulu. itu kata penghulu gw. ya Allah.. semogaaa akhir bulan ini bener - bener udah ada keputusan dari Kemenag :'(

Friday, January 3, 2014

Revisi Aturan Biaya Nikah 2014

TEMPO.CO , Jakarta - Inspektur Jenderal Kementerian Agama, Mochammad Jasin, mengatakan telah menentukan batas akhir revisi Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2014 tentang Jenis Tarif Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) di lingkungan Kementerian Agama, khususnya terkait biaya pencatatan nikah. "Ditentukan batas akhir revisi PP -nya pada akhir Januari 2014," kata Jasin di Jakarta, 31 Desember 2013.

Penentuan batas akhir revisi tersebut, menurut Yasin berdasarkan rapat bersama Komisi Pemberantasan Korupsi pada 18 Desember 2013 lalu. "(Revisi PP) akan dikawal KPK," kata Jasin.

Berikut biaya pencatatan nikah yang diusulkan dalam revisi PP tersebut:
1. Pernikahan di Kantor Urusan Agama bagi orang miskin tidak dipungut biaya. Dengan persyaratan menunjukkan surat miskin.
2. Pernikahan di KAU selain orang miskin dipungut biaya sebesar Rp 50 ribu.
3. Pernikahan di luar KUA dan jam kerja dipungut biaya sebesar Rp 400 ribu.
4. Pernikahan di gedung dipungut biaya sebesar Rp 1 juta, khususnya di kota-kota besar.

Dana yang dihimpun dari pembiayaan nikah tersebut akan dimasukkan ke dalam PNBP, sama seperti biaya nikah sebelumnya sebesar Rp 30 ribu. Namun, sekitar 80 persen dari dana yang besar ini nantinya diharapkan kembali kepada Kementerian Agama dalam bentuk biaya operasional untuk penghulu atau pencatat nikah.

Menurut Jasin, biaya operasional yang diberikan kepada KUA selama ini murni dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, bukan dari PNBP. "Dana yang dulu itu, sekitar Rp 60 miliar, ternyata tidak dikembalikan ke Kementerian Agama," kata Jasin.
Jasin mengatakan nantinya juga akan ada tunjangan transportasi bagi pencatat nikah sebesar Rp 110 ribu. Serta jasa profesi yang diberikan bervariasi. "Berdasarkan jumlah pernikahan di suatu daerah," kata Jasin.

Berikut pengelompokkan jumlah pernikahan:
1. Wilayah A yang jumlah pernikahannya lebih dari 100 per bulan.
2. Wilayah B yang jumlah pernikahannya kurang dari 100 perbulan.
3. Wilayah C yang jumlah pernikahannya kurang dari 50 per bulan.
4. Wilayah D yang jumlah pernikahannya kurang dari 50 per bulan dan gaya jangkaunya sulit, seperti harus menyebrang atau melewati bukit terlebih dahulu.

Jasin mengharapkan revisi biaya pernikahan tersebut segera menjadi Peraturan Menteri Agama setelah PP disahkan Presiden pada akhir Januari. "Sehingga nanti pernikahan di KUA tidak gratis," kata Jasin.

Mengenai Kasus pencatat nikah yang saat ini tengah ditangani Kejaksaan, Inspektorat Jenderal Kementerian Agama tidak akan mencampuri dan mempersilakan segera diselesaikan. Namun, Jasin meminta Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus agar tidak memperluas penyidikan kasus gratifikasi biaya pencatat nikah ini ke daerah lain sembari menunggu pembenahan sistem dalam Kementerian Agama. "Kami himbau Jampidsus agar tidak memperluas ke daerah lain, seperti Banyuwangi, Pasuruan, dan Blitar. Kan indikasinya luas ke mana-mana," kata Jasin.

Sebelumnya, seorang penghulu dari Kediri, Romli, terlibat kasus pidana karena diduga melakukan pungutan liar atau menerima gratifikasi. Hal tersebut memicu reaksi keras penghulu-penghulu di Jawa Timur yang tidak mau menikahkan di luar KUA karena enggan dituduh menerima gratifikasi.

Mulai 1 Januari 2014, KUA Tak Layani Nikah di Rumah

Huuu.. bikin ketar ketir para capeng 2014 ngga sih berita ini? well, kita berdoa bersama lah yaa, semoga semua urusan kita para capeng yang mau nikah di 2014 ini diberikan kemudahan & kelancaran oleh Allah SWT, terutama di bagian urus mengurus KUA. aamiin.. lha iya, abisnya kan inti yang paling penting dari nikah ya KUA ini '__'

Pengantin tunjukkan buku nikah (foto Tempo) 

 Mulai 1 Januari 2014 penghulu tidak ada lagi memberi pelayanan di luar balai nikah guna menghindari praktik menerima gratifikasi. Menyikapi hal itu, Menteri Agama (Menag) tidak bisa berbuat banyak.

“Penghulu bukan mogok, tetapi hanya membatasi pelayanan kepada warga yang hendak menikahkan anggota keluarganya di luar jam kantor atau pun pada hari libur,” kata Menteri Agama Suryadharma Ali ketika menerima Asosiasi Penghulu Republik Indonesia (APRI) di kantor Kementerian Agama di Jakarta, Jumat (27/12).

Dikutip dari Hidayatullah.com, Menag menyatakan tidak bisa menghalangi para petugas Kantor Urusan Agama (KUA) atau pun penghulu untuk membatasi pelayanan pernikahan di luar jam kantor atau pun hari libur. Pihaknya tidak bisa berbuat banyak atas keinginan penghulu tersebut. “Tidak melarang juga tidak menganjurkan,” ujar Menag.

Dari satu sisi, lanjut Menag, pembatasan pelayanan itu diarahkan untuk menjaga kehormatan dan martabat penghulu guna menghindari penilaian bahwa mereka menerima dana gratifikasi dari keluarga shahibul bait atau tuan rumah ketika menikahkan pasangan pengantin di luar jam kantor atau di hari libur. Sisi lain, sebagai dampak dari itu, merupakan wujud dari semakin tingginya kesadaran hukum para penghulu.

Profesi penghulu di masyarakat sangat mulia. Dia bukan sekedar petugas administrasi belaka, tetapi juga sebagai penasihat perkawinan. Kadang menjadi wali nikah, bahkan sampai urusan khobah nikah dipercayakan kepadanya.

Persoalan penghulu, lanjut Menag, mulai mengemuka saat survei integritas yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2011. Karena yang disurvei menyangkut pelayanan publik di lingkungan Kementerian Agama, yang dapat sorotan adalah pelayanan di KUA. Hasil survei itu menempatkan Kemenag sebagai lembaga terkorup.

Atas survei itu pihaknya minta penjelasan kepada pimpinan KPK. Diperoleh penjelasan bahwa survei itu dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja pelayanan di lingkungan sejumlah kementerian, termasuk Kementerian Agama.

Sayangnya, oleh pihak kejaksaaan dana gratifikasi yang diterima oleh petugas KUA atau pun penghulu dijadikan titik awal sebagai bahan pengusutan, termasuk kasus Romli (petugas KUA di Kediri), yang kini proses hukumnya tengah berlangsung.

“Saya prihatin, padahal survei KPK itu dimaksudkan untuk memperbaiki sistem. Bukan dijadikan landasan hukum,” kata Menag, dilansir laman Kemenag.

Terkait dengan masalah ini, Menag mengaku akan mendatangi Jaksa Agung Basrief Arief dalam waktu dekat untuk membahas kasus Romli dan beberapa penghulu yang kini tengah dibidik pihak kejaksaan. Dalam pertemuan tersebut, terungkap ada enam penghulu tengah diincar kejaksaaan dengan dugaan menerima dana gratifikasi.

Posisi penghulu dalam pernikahan di tiap daerah harus memperhatikan unsur agama, budaya, tradisi, dan gengsi. Jadi, bukan urusan administrasi semata. Soal gratifikasi yang diterima penghulu selama ini, Menag menilai hal itu erat kaitan dengan budaya di tiap daerah.

Para penghulu yang mendatangi Kemenag menuntut Menteri Agama agar secepatnya mengeluarkan regulasi sehingga ke depan penghulu tidak diberi lebel sebagai penerima dana gratifikasi. Menurut Ketua APRI, Wakimun, pemerintah tidak tegas, membiarkan penghulu diposisikan sebagai penerima dana gratifikasi, sehingga beberapa penghulu di Jatim kini menjadi incaran pihak kejaksaan.

Karena itu Wakimun minta agar Kemenag segera membuat aturan. Jika tidak, mulai 1 Januari 2014, penghulu tak akan melayani pernikahan di luar jam kantor atau hari libur.

Menanggapi hal ini, Menag Suryadharma Ali yang didampingi Sekjen Kemenag Bahrul Hayat dan Dirjen Bimas Islam Abdul Djamil, akan memperjuangkan keinginan para penghulu. Namun, untuk menyediakan dana operasional tidak dapat dilakukan secepatnya. Pasalnya, menyusun anggaran untuk profesi penghulu perlu pemetaan secara geografis.

Tiap daerah memiliki tantangan dan medan berbeda. Geografisnya pun antara di Jawa dan daerah lain berbeda jauh. Untuk itu, Menag meminta APRI ikut memberi masukkan untuk menyusun besaran angka yang dibutuhkan.

Menag pun berharap pembantu pegawai pencatat nikah di daerah segera dipikirkan nasib dan honornya. Dengan cara ini, Menag berharap, tuduhan penghulu sebagai penerima dana gratifikasi dapat dihindari.

Terkait dengan gratifikasi ini, Sekjen Kemang, Bahrul Hayat menjelaskan bahwa ada tiga hal yang oleh lembaga antirasuah dimasukkan sebagai katagori korupsi, yaitu pemerasan, suap, dan gratifikasi. Untuk gratifikasi, KPK belum memiliki kriteria yang jelas. Ketika ada keluarga pejabat menggelar perhelatan pesta pernikahan dan menerima amplop (di dalam kotak) lebih dari Rp1 juta, kelebihannya dianggap sebagai gratifikasi.

Tetapi saat penghulu menerima amplop dari shahibul bait Rp500 ribu, ada yang menyebut sebagai gratifikasi. Sebetulnya, jika berpegang pada angka Rp1 juta ke bawah bukan sebagai gratifikasi. Hal yang sama juga harusnya diberlakukan kepada penghulu.

“Kita sudah minta aturan kepada KPK tentang gratifikasi, angka yang benar berapa,” kata Bahrul. “Tetapi itu tidak bisa dilakukan. Sebab, KPK bukanlah lembaga yang mengeluarkan aturan,” Bahrul Hayat menjelaskan.